Memegang gelar Generasi Millenial dan Generasi Z memang merupakan tantangan yang berat. Bagaimana tidak, dalam kurun waktu beberapa tahun saja, teknologi yang harus dikuasai begitu cepat bertambah. Hal-hal yang harus dipelajari melesat dan semakin rumit, dan tentunya biaya yang dikeluarkan untuk mempelajarinya juga semakin mahal. Oleh karena itu, perlu adanya adaptasi baik dari segi pendidikan maupun dari segi percepatan ekonomi di Indonesia untuk tetap mengikuti tren pengetahuan.
Salah satu efek pergeseran era ini juga tentu saja sangat berpengaruh pada kebutuhan sehari hari manusia, naiknya kebutuhan teknologi mendorong pergantian status perusahaan terbesar di dunia. Menteri BUMN, Erick Thohir dalam seminar yang diadakan oleh BEM UI 2020 silam menyampaikan, “Pada 2005, 10 perusahaan terbesar di dunia merupakan perusahaan yang bergerak pada pengelolaan sumber daya alam, namun saat ini 7 dari 10 perusahaan terbesar di dunia merupakan perusahaan yang berbasis pada teknologi.” Merespon hal tersebut fokus percepatan ekonomi di Indonesia juga mulai berpindah ke sektor teknologi digital, salah satunya dengan program percepatan startup digital.
Kebutuhan pasar akan teknologi digital salah satunya dipengaruhi oleh pelajar, pekerja, dan juga berbagai elemen masyarakat yang dipaksa oleh zaman untuk semakin cepat dalam berbagai hal, salah satu solusinya adalah memiliki akses cepat untuk mendapatkan kebutuhan, Mulai dari kebutuhan makanan, berita, hingga kebutuhan komunikasi. Mulai dari akses antar teman, guru, keluarga, bahkan antar masyarakat global sangat mudah sekali didapat generasi saat ini.
Mudahnya akses yang didapat lalu berdampak pada sistem sosial dan pandangan mengenai sesuatu bahkan hingga mampu mempengaruhi idealisme dari seseorang. Salah satu dampak yang paling ditakuti oleh masyarakat di dunia saat ini adalah efek polarisasi kelompok sosial dalam masyarakat, yang didasari oleh mekanisme teknologi yang kita kenal dengan big data, dalam hal ini kita tidak bisa menghakimi bahwa big data adalah perkembangan teknologi yang negatif, karena pada perkembangan teknologi, Big Data diciptakan sebagai solusi dari berbagai permasalahan, salah satu contohnya adalah efektivitas dan efisiensi dalam mengumpulkan informasi yang begitu banyak, sehingga dapat diperoleh bahkan langsung diolah dengan begitu cepat, yang membuat hal ini negatif adalah egoisme dari penguasa teknologi yang lebih mementingkan keuntungan daripada edukasi masyarakat dengan baik.
Salah satu portal sharing video terbesar di dunia yang berasal dari Amerika contohnya, demi mempertahankan pelanggannya perusahaan ini menggunakan sistem Big Data untuk menampilkan video lain yang serupa dengan apa yang pelanggan lihat atau sukai sebelumnya. Sehingga dalam kasus-kasus seperti pemilu, akan tercipta alur polarisasi yang masif, bagaimana tidak orang yang sebelumnya melihat video tentang profil salah satu calon pejabat saja akan ditampilkan video yang serupa selanjutnya, akan tampil video tentang kebaikan calon tersebut, dan selanjutnya akan menampilkan keburukan dari calon lain, maksud dari algoritma ini sebenarnya sepele, hanya untuk membuat penonton senang dengan apa yang ditampilkan oleh portal tersebut. Itu hanya dalam satu kasus pemilu, lalu bagaimana dalam kasus lain seperti penanaman idealisme pada penontonnya, dalam hal ini organ-organ radikal sangat diuntungkan, dimana hanya sekali saja penonton melihat video terkait maka akan secara terus menerus terseret dalam pemikiran pemikiran kelompok tersebut, jika sampai pada mematikan pemikiran berbangsa dan bernegara yang baik, hal ini sudah bisa dibilang sebagai genosida sebuah bangsa yang dilakukan melalui pembunuhan karakter sebuah bangsa.
Pemerintah saat ini dituntut untuk sangat cermat dalam menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi, sehingga dalam beberapa dekade ke depan generasi generasi muda di indonesia bisa terselamatkan baik secara pemikiran, fisik, dan ekonomi tentunya. Sudah seharusnya sebuah negara memiliki sifat kemandirian, termasuk dalam pengelolaan teknologi yang ada, bagaimana hal ini bisa terjadi jika saat ini negara masih saja tergantung pada produk produk teknologi mancanegara. Yang menakutkan lagi bahwa saat ini dunia akan memasuki era society 5.0, dimana perkembangan zaman ini akan sangat berdampak sekali pada kehidupan bermasyarakat.
Era Society 5.0 bisa jadi akan sangat bergantung sekali dengan produk teknologi, jika Indonesia belum bisa menyeimbangkan ekonominya, maka bisa dipastikan seperti halnya era industri 4.0 di mana Indonesia sangat tertinggal dalam implementasinya karena kurang seimbangnya ekonomi masyarakatnya, sehingga untuk membeli perangkat teknologi saja sangat terasa mahal. Apakah hal ini akan terulang atau bahkan Indonesia akan lebih jauh tertinggal. Ini juga bergantung pada kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia apakah bisa berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi di dalamnya. (Hafid Ahmad)